Betapa Indahnya Berumah Tangga
15.01 | Author: Hafidz Attamim, S.Kom

Karya : Bayu Gautama

Ketika melihat pasangan yang baru menikah, saya suka tersenyum. Bukan apa-apa, saya hanya ikut merasakan kebahagiaan yang berbinar spontan dari wajah-wajah syahdu mereka. Tangan yang saling berkaitan ketika berjalan, tatapan-tatapan penuh makna, bahkan sirat keengganan saat hendak berpisah. Seorang sahabat yang tadinya mahal tersenyum, setelah menikah senyumnya selalu saja mengembang. Ketika saya tanyakan mengapa, singkat dia berujar "Menikahlah! Nanti juga tahu sendiri". Aih...

Menikah adalah sunnah terbaik dari sunnah yang baik itu yang saya baca dalam sebuah buku pernikahan. Jadi ketika seseorang menikah, sungguh ia telah menjalankan sebuah sunnah yang di sukai Nabi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Allah hanya menyebut nabi-nabi yang menikah dalam kitab-Nya. Hal ini menunjukkan betapa Allah menunjukkan keutamaan pernikahan. Dalam firmannya, "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kalian yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21).

Menikah itu Subhanallah indah, kata Almarhum ayah saya dan hanya bisa dirasakan oleh yang sudah menjalaninya. Ketika sudah menikah, semuanya menjadi begitu jelas, alur ibadah suami dan istri. Beliau mengibaratkan ketika seseorang baru menikah dunia menjadi terang benderang, saat itu kicauan burung terdengar begitu merdu. Sepoi angin dimaknai begitu dalam, makanan yang terhidang selalu saja disantap lezat. Mendung di langit bukan masalah besar. Seolah dunia milik mereka saja, mengapa? karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti seolah baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun.

Namun sayang tambahnya, semua itu lambat laun menguap ke angkasa membumbung atau raib ditelan dalamnya bumi. Entahlah saat itu cinta mereka berpendar ke mana. Seiring detik yang berloncatan, seolah cinta mereka juga. Banyak dari pasangan yang akhirnya tidak sampai ke tujuan, tak terhitung pasangan yang terburai kehilangan pegangan, selanjutnya perahu mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Bercerai, sebuah amalan yang diperbolehkan tapi sangat dibenci Allah.

Ketika Allah menjalinkan perasaan cinta diantara suami istri, sungguh itu adalah anugerah bertubi yang harus disyukuri. Karena cinta istri kepada suami berbuah ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dan cinta suami kepada istri menetaskan keinginan melindungi dan membimbingnya sepenuh hati. Lanjutnya kemudian.

Saya jadi ingat, saat itu seorang istri memarahi suaminya habis-habisan, saya yang berada di sana merasa iba melihat sang suami yang terdiam. Padahal ia baru saja pulang kantor, peluh masih membasah, kesegaran pada saat pergi sama sekali tidak nampak, kelelahan begitu lekat di wajah. Hanya karena masalah kecil, emosi istri meledak begitu hebat. Saya kira akan terjadi "perang" hingga bermaksud mengajak anak-anak main di belakang. Tapi ternyata di luar dugaan, suami malah mendaratkan sun sayang penuh mesra di kening sang istri. Istrinya yang sedang berapi-api pun padam, senyum malu-malunya mengembang kemudian dan merdu uaranya bertutur "Maafkan Mama ya Pa..". Gegas ia raih tangan suami dan mendekatkannya juga ke kening, rutinitasnya setiap kali suaminya datang.

Jauh setelah kejadian itu, saya bertanya pada sang suami kenapa ia berbuat demikian. "Saya mencintainya, karena ia istri yang dianugerahkan Allah, karena ia ibu dari anak-anak. Yah karena saya mencintainya" demikian jawabannya.

Ibn Qayyim Al-Jauziah seorang ulama besar, menyebutkan bahwa cinta mempunyai tanda-tanda. Pertama, ketika mereka saling mencintai maka sekali saja mereka tidak akan pernah saling mengkhianati, Mereka akan saling setia senantiasa, memberikan semua komitmen mereka.
Kedua, ketika seseorang mencintai, maka dia akan mengutamakan yang dicintainya, seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam hal perlindungan dan nafkahnya. Mereka akan sama-sama saling mengutamakan, tidak ada yang merasa superior.
Ketiga, ketika mereka saling mencintai maka sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah, lubuk hatinya selalu saling terpaut. Meskipun secara fisik berjauhan, hati mereka seolah selalu tersambung. Ada do'a istrinya agar suami selamat dalam perjalanan dan memperoleh sukses dalam pekerjaan. Ada tengadah jemari istri kepada Allahi supaya suami selalu dalam perlindunganNya, tidak tergelincir. Juga ada ingatan suami yang sedang membanting tulang meraup nafkah halal kepada istri tercinta, sedang apakah gerangan Istrinya, lebih semangatlah ia.

Saudaraku, ketika segala sesuatunya berjalan begitu rumit dalam sebuah rumah tangga, saat-saat cinta tidak lagi menggunung dan menghilang seiring persoalan yang datang silih berganti. Perkenankan saya mengingatkan lagi sebuah hadist nabi. Ada baiknya para istri dan suami menyelami bulir-bulir nasehat berharga dari Nabi Muhammad. Salah satu wasiat Rasulullah yang diucapkannya pada saat-saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada':

"Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri fir'aun" (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah ).

Kepada saudaraku yang baru saja menggenapkan setengah dien, Tak ada salahnya juga untuk saudaraku yang sudah lama mencicipi asam garamnya pernikahan, Patrikan firman Allah dalam ingatan : "...Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka..." (QS. Al-Baqarah:187)

Torehkan hadist ini dalam benak : "Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya rengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya" (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Alkhudzri r.a)

Kepada sahabat yang baru saja membingkai sebuah keluarga, Kepada para pasutri yang usia rumah tangganya tidak lagi seumur jagung, Ingatlah ketika suami mengharapkan istri berperilaku seperti Khadijah istri Nabi, maka suami juga harus meniru perlakukan Nabi Muhammad kepada para Istrinya. Begitu juga sebaliknya.

Perempuan yang paling mempesona adalah istri yang shalehah, istri yang ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, jua tatkala suami pergi maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan istri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami.

Lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki "Surga". Dia memegang teguh firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6)

Akhirya, semuanya mudah-mudah tetap berjalan dengan semestinya. Semua berlaku sama seperti permulaan. Tidak kurang, tidak juga berlebihan.Meski riak-riak gelombang mengombang-ambing perahu yang sedang dikayuh, atau karang begitu gigih berdiri menghalangi biduk untuk sampai ketepian. Karakter suami istri demikian, Insya Allah dapat melaluinya dengan hasil baik. Sehingga setiap butir hari yang bergulir akan tetap indah, fajar di ufuk selalu saja tampak merekah. Keduanya menghiasi masa dengan kesyukuran, keduanya berbahtera dengan bekal cinta. Sama seperti syair yang digaungkan Gibran,

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman

Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.

Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world "Akhirat". Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian.
Allahumma Aamiin.

Barakallahu, untuk para pengantin muda. Mudah-mudahan saya mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan. Mudah-mudahan jika giliran saya tiba, tak perlu lagi saya bertanya mengapa teman saya menjadi begitu murah senyum. Karena mungkin saya sudah mampu menemukan jawabannya sendiri.
__________________
Do people think that they will be left alone because they say:"We beleive," and will not be tested.(TQS Al-Ankabut:2)

Sumber : www.eramuslim.com
Penjaga Makam 'Yesus' Ternyata Seorang 'Muslim'
14.39 | Author: Hafidz Attamim, S.Kom

Gerbang itu besar dan tinggi. Pintunya dari kayu tebal dan bergerendel besi. Kaum Kristen di seluruh dunia mengenal gerbang itu sebagai pintu masuk Gereja Makam Kudus di Yerusalem.

Makam itu adalah bangunan tersuci umat Kristen. Mereka percaya gereja itu dibangun di atas bukit Golgotha, tempat Yesus Kristus disalib dan makam tempat ia bangkit kembali.
Wajeeh Nuseibeh bukan Kristen. Lelaki gemuk berusia 55 tahun itu beragama Islam dan hidup turun-temurun di kota yang menjadi Ibu Kota Israel itu.

Tapi, demikianlah adanya. Makam suci itu dijaga selama berabad-abad oleh sebuah keluarga Muslim. Wajeeh adalah salah satu keturunan keluarga itu yang kini menjadi juru kunci Gereja Makam Kudus.

"Tak seorang pun di seluruh dunia yang boleh membuka gereja itu kecuali aku," katanya seperti dilaporkan Time edisi 31 Juli 2006.

Ketika Kalifah Umar menguasai Yerusalem pada tahun 638, ia menugaskan seorang prajurit Arab, nenek moyang Wajeeh, menjaga gereja itu. Sejak itu keluarga Nuseibah tak cuma menjaga gereja tapi juga menjadi wasit bagi tujuh sekte Kristen yang saling memperebutkannya.

Tiga kelompok terkuat -- Katolik Roma, Yunani, dan Armenia -- memegang 70 persen kepemilikan gereja. Setiap kelompok mengaku berhak memiliki tempat suci itu. Masing-masing meletakkan patung-patung malaikatnya di dalam basilika.

Beberapa tahun lalu, misalkan, sekitar 500 pendeta Yunani dan Fransiskan bercekcok berjam-jam, saling melempar bangku dan memukul dengan tangkai tempat lilin. Ini terjadi gara-gara satu sekte harus melintasi barang suci milik yang lain.

Selama berabad-abad kecurigaan dan kebencian itu membuat hanya seorang Muslim yang dapat dipercaya memegang kunci Makam. "Kaum Kristen menilai aku netral," kata Wajeeh.

Wajeeh hanya digaji sekitar Rp 45 ribu per bulan oleh masing-masing sekte. Jadi, ia menerima sekitar Rp 315 ribu per bulan untuk mengurusi tempat itu. Tapi, dia mengerjakannya dengan serius karena itulah tugas keluarganya.

Keluarga Nuseibeh dulu punya ladang-ladang zaitun yang luas, tapi telah musnah setelah perang 1967 ketika Israel menjajah wilayah Yordania.

Wajeeh mendapat uang tambahan sebagai pemandu wisata. Sebagian keluarga Nuseibeh kini menjadi profesor dan pengusaha, tapi takdir Wajeeh, yang diwariskan oleh ayahnya, adalah menjaga Makam Suci.

"Kadangkala orang-orang memarahiku. 'Kamu Muslim. Apa yang kau lakukan di sini?' Aku katakan kepada mereka, 'Kami tidak fanatik. Kami menghormati kaum Kristen'," kata Wajeeh.
Sumber : tempointeraktif.com
Adab dan Etika Malam Pertama
15.31 | Author: Hafidz Attamim, S.Kom


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :

Pertanyaan : bagaimana adab dalam malam pertama saat seorang muslim atau muslimah dalam penikahan?

Jawaban : Adapun adab-adab malam pertama setelah terlangsungnya akad nikah adalah sebagai berikut :

1. Ucapkan salam terlebih dahulu kepada mempelai wanita.

Sebelum melakukan hubungan badan, disunnahkan seorang mempelai laki-laki untuk mengucapkan salam kepada mempelai wanita. Hal ini untuk menenangkan hati dan pikiran si mempelai wanita sekaligus menghilangkan rasa was-was dan segan. Di samping untuk lebih mengakrabkan dan lebih mesra. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

عن أم سلمة رضي الله عنها قالت : أن النبي صلى الله عليه وسلم لما تزوجها, فأراد أن يدخل عليها, سلم

Artinya: "Dari Ummu Salamah berkata, bahwasannya ketika Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menikahinya dan beliau hendak menggaulinya, beliau mengucapkan salam terlebih dahulu" (HR. Abu Shaikh dengan sanad Hasan).

2. Meletakkan tangan di kepala bagian depan (kening, jidat) isteri anda, kecuplah sedikit kemudian doakanlah kebaikan sebagaimana tertera dalam hadits berikut ini :

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً ، أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا ، فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا ، وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Artinya: "Apabila salah seorang di antara kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang pembantu (hamba), peganglah terlebih dahulu keningnya, sebutlah nama Allah dan berdoalah untuk keberkahan serata ucapkanlah doa berikut ini: "Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltuha 'alaih, wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma fiha wa syarri ma jabaltuha 'alaih (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada mu kebaikannya (isteri) dan kebaikan apa yang saya ambil dari padanya, serta aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang ada di dalamnya juga dari kejahatan dari apa yang aku ambil daripadanya" (HR. Abu Dawud, Nasai dan Ibn Majah).

3. Shalat sunnah dua rakaat bersama mempelai wanita. Shalat sunnat malam pengantin ini sunnah hukumnya. Hal ini didasarkan kepada riwayat dari Abu Said mantan budak Abu Usaid berikut ini :

تزوجت وأنا مملوك فدعوت نفرا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فيهم ابن مسعود وأبو ذر وحذيفة قال : وأقيمت الصلاة قال : فذهب أبو ذر ليتقدم فقالوا : إليك ، قال : أو كذلك ؟ قالوا : نعم ! قال : فتقدمت إليهم وأنا عبد مملوك وعلموني فقالوا : إذا أدخل عليك أهلك فصل عليك ركعتين ثم سل الله تعالى من خير ما دخل عليك وتعوذ به من شره ثم شأنك وشأن أهلك

Artinya: "Saya menikah ketika masih menjadi hamba sahaya, lalu saya mengundang sekelompok sahabat Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- di antaranya ada Ibnu Mas'ud dan Abu Dzar juga Hudzaifah. Abu Said berkata: "Lalu dibacakan iqamat untuk shalat. Abu Dzar kemudian berangkat untuk maju ke depan, para sahabat lainnya kemudian berkata: "Kamu juga ikut". Abu Said berkata: "Apakah harus demikian?" Mereka menjawab: "Ya". Aku lalu maju ke depan sedangkan saya saat itu masih seorang budak belian. Mereka mengajariku dan mereka berkata: "Apabila kamu hendak menggauli isteri kamu (baru pengantin), shalatlah terlebih dahulu dua rakaat, kemudian berdoalah kepada Allah untuk kebaikan apa yang telah kamu gauli, juga berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya dan kejahatan diri kamu juga diri keluargamu" (HR. Ibn Abi Syaibah dengan sanad Shahih).

4. Memakai wewangian dan penyegar mulut. Berdasarkan hadist Syuraih bin Hani berikut :

بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَبْدَأُ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ؟ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ

Artinya: " Saya pernah bertanya kepada Siti Aisyah, dengan apa Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- memulai sebelum beliau menggauli isteri-isterinya?" Siti AIsyah berkata: "Dengan siwak (pembersih mulut dan gigi)" (HR. Muslim).

5. Menyebut nama Allah dan berdoa dengan do'a Jima berikut ini sebelum anda menggaulinya :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنِى الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا ثُمَّ رُزِقَ أَوْ قُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ

Artinya: "Ibnu Abbas berkata, Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda: "Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli isterinya: "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana" (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada kami (anak, keturunan), kemudian dari hubungan tersebut ditakdirkan menghasilkan seorang anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selamanya" (HR. Bukhari Muslim).

Kiranya 5 hal diatas yang dilakukan pada malam pertama. wallahu a'lam
Bercinta Seperti Rasulullah (Bagian I)
09.25 | Author: Hafidz Attamim, S.Kom


Perihal hubungan seksual (bercinta), Rasulullah SAW memberi petunjuk yang sangat sempurna, beralas etika dan estetika Rabbaniyah (ketuhanan). Bercinta tidak saja untuk menyehatkan jiwa, namun juga memberi kepuasan serta kenikmatan jiwa. Pitutur Rasulullah SAW tentang bercinta (senggama) adalah nasehat paripurna, utamanya demi menjaga kesehatan tubuh, mental, dan spiritual, berikut mewujudkan tujuan bersenggama itu sendiri. Diantara tujuan hubungan seksual menurut ajaran Islam ialah:

1. Melahirkan dan menjaga kelangsungan keturunan. Dengan kelahiran putra-putri buah senggama, nantinya diharapkan akan lahir generasi penerus bagi keluarga dan kommunitas serta kesinambungan suatu bangsa;
2. Mengeluarkan air (sperma) berdampak positif bagi tubuh. Sebab apabila iar sperma dibiarkan mengendap di dalm tubuh tanpa disalurkan ke ladang tempat bercocok tanam (fitrah penyaluran), akan berdampak buruk bagi tubuh maupun mental seseorang;
3. Media untuk menyalurkan hajat, guna merengkuh kenikmatan surga duniawi. Bedanya, bersenggama di dunia bisa melahirkan anak, sedang di surga keabadian tidak akan membuahkan anak, semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan baik, sesuai dengan etika dan estetika, serta aturan luhur yang selaras dengan nilai-niilai ajaran Islam.

Etika Sebelum Bercinta
Ajaran Islam mengajarkan etika senggama, yang harus dipahami setiap Muslim. Ada banyak ayat al-Quaran dan Sunnah Nabi yang menuturkan masalah etika bercinta ini. Karenanya, sebelum bercinta, setiap Muslim harus memperhatikan etika (adab) dan prasyarat bersenggama sebagai berikut:

Pertama, Tidak Menolak Ajakan Bercinta. Secara tabiat maupun fitrah, para lelaki lebih agresif, tidak memiliki energi kesabaran, serta kurang bisa menahan diri dalam urusan making love ini. Sebaliknya, para wanita cenderung bersikap pasif, pemalu, dan kuat menahan diri. Oleh sebab itu, diharuskan bagi wanita menerima dan mematuhi ajakan suami untuk bercinta. Dalam sebuah hadis dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Jika seorang istri dipanggil oleh suaminya karena hajat biologisnya, maka hendaknya segera datang, meski dirinya sedang sibuk (HR Turmudzi). Ajaran Islam tidak membenarkan perilaku para istri yang menolak ajakan suami mereka untuk bercinta. Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: Allah melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya ke tempat tidur, tetapi ia berkata, 'nanti dulu', sehingga suaminya tidur sendirian (HR Khatib). Dalam hadis lain dituturkan: Jika suami mengajak tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan sang suami marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut sampai pagi tiba (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, Bersih dan Suci. Haid adalah penyakit bulanan yang tidak suci, wanita yang sedang haid berarti tidak suci. Karenanya, para suami yang istri mereka sedang mengalami datang bulan dilarang mensetubuhinya selama waktu haid. Manakala darah haid sudah berhenti, maka wajib bagi wanita membersihkan tubuhnya dengan air. Kemudian mengambil 'secuil' kapas atau kain, lalu melumurinya dengan kasturi atau bahan pewangi lainnya yang beraroma semerbak menawan, kemudian membilas bagian tubuh yang terlumuri darah saat haid, sehingga tidak ada lagi bau tak sedap pada tubuh sang wanita. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah Ra dituturkan, suatu hari, ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang cara bersuci (membersihkan diri) sehabis datang bulan. Rasulullah SAW bertutur kepada wanita tersebut: Ambillah bahan pewangi dari kasturi. Bersihkan dirimu dengannya. Wanita itu bertanya: Bagaimana caraku membersihkan tubuh? Rasulullah SAW menjawab: Bersihkan tubuhmu dari noda haid. Wanita itu bertanya lagi: Bagaimana caranya? Rasulullah SAW menjawab: Subhanallah, bersihkan dirimu! Aisyah Ra melanjutkan penuturannya: Aku lantas membisiki wanita itu, 'Bilas tubuhmu yang terlumuri darah haidmu dengan pewangi kasturi' (HR Bukhari).

Allah Azza wa Jalla juga menyatakan di dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk melakukan hubungan badan ialah harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh dari 'penyakit' haid adalah demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu adalah kotoran (penyakit). Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).

Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat lain dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi). Lain daripada itu, selain harus suci - tidak haid dan nifas - pasangan Muslim harus bersih-bersih diri sebelum bercinta, agar tubuh mereka bersih dan percintaan yang dilakukan sehat.

Ketiga, Bercinta Sesuai Aturan Syariat. Salah satu tujuan making love (bercinta) adalah untuk melahirkan keturunan. Dan proses kelahiran hanya terjadi manakala terjadi pembuahan sperma laki-laki dan perempuan dalam rahim. Karenanya, bercinta harus dilakukan dengan cara yang benar, yatitu melalui tempat yang semustinya, bukan melalui anus (dubur) maupun lisan (oral sex) - sebagaimana yang jamak dilakukan orang-orang yang memiliki kelainan seksual, serta orang yang tidak paham niali-nilai agama. Lain daripada itu, bersenggama tidak sesuai aturan sama halnya menafikan kehormatan wanita yang disetubuhinya. Dan cara seperti itu mustahil bisa melahirkan keturunan. Ajaran Islam memberi syarat, bahwa senggama harus ditempatkan pada tempat yang semustinya, yaitu vagina wanita, bukan melalui anus (dubur) atau mulut wanita (seks oral). Sebab percintaan yang dilampiaskan pada tempat selain vagina, mustahil dapat membuahkan keturunan. Oleh sebab itu, Allah Azza wa Jalla berfirman: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. al-Baqarah/2: 223).

Keempat, Berhias Diri. Diantara syarat bercinta ialah masing-masing pasangan - suami istri - harus berhias diri untuk menyenangkan dan menggairahkan percintaan yang hendak dilakukan. Diantara cara berhias diri dalam bercinta adalah:

1. Mambagusi bagian tubuh, yang merupakan lima organ fitrah, sebagaimana dituturkan Rasulullah SAW: Lima hal yang termasuk fitrah (sesuci), yakni mencukur kumis, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan khitan.
2. Menggunakan wewangian, yang paling utama adalah kasturi. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa tatkala seorang sahabat yang memberitahu Rasulullah SAW tentang adanya seorang wanita yang memerciki cincinnya dengan kasturi, Rasulullah SAW bersabda: Kasturi adalah sebaik-baik wewangian.
3. Memakai celak, dan jenis celak terbaik ialah yang terbuat dari bahan itsmid. Abdullah bin Abbas meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah yang terbuat dari bahan itsmid. Ia dapat menajamkan penglihatan, serta menumbuhkan rambut. Al-Qur'an juga mengisyaratkan anjuran berhias diri bagi kaum wanita, sebagaimana firman-Nya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber-'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. (QS. al-Baqarah/2: 234) Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa redaksi al-Qur'an membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut adalah bukti otentik, dibolehkannya bagi kaum wanita untuk berhias diri, hal mana yang demikian itu dilakukan dengan tujuan agar datang lelaki meminangnya.

Kelima, Berdoa. Diantara etika seks dalam Islam ialah membaca doa sebelum melakukan persetubuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas dituturkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang diantara kalian hendak mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum senggama membaca doa: Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa jannib asy-syaithana ma ruziqnaa (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan dari apa-apa yang Engkau karuniakan kepada kami (anak keturunan). Dengan memanjatkan doa, diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan tidak goyah diperdaya setan, akan tetapi serta selalu dekat kepada Allah.

Keenam, Mencari tempat bercinta yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi diantara suami istri pada waktu bercinta. Diantara syarat bercinta dalam Islam ialah mencari tempat yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi pada saat bercinta, baik istri maupun suami, tidak diperkenankan menceritakan 'geliat' percintaan yang dilakukannya kepada orang lain. Dalam sebuah hadis riwayat Abu Said Khudri, ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda: Selazimnya bagi kaum lelaki diantara kalian yang hendak memenuhi hajat biologisnya, mencari tempat yang nayaman, jauh dari hiruk pikuk keluarganya, dan menutup pintu rapat-rapat, serta mengenakan sehelai kain, barulah bercinta (bersetubuh). Kemudian apabila telah selesai bercinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan badannya kepada orang lain. Selazimnya bagi kaum wanita diantara kalian, yang hendak memenuhi hajat biologis, mencari tempat yang nyaman, menutup pintu rapat-rapat, dan mengenakan sehelai kain untuk menutup tubuhnya. Dan jika selesai memuaskan dahaga cinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan intimnya kepada yang lain. Salah seorang wanita berujar: Demi Allah, wahai utusan Allah, kebanyakan daripada kaum wanita menceritakan apa yang mereka alami saat senggama kepada yang lain, serta jamak melakukan percintaan di tempat terbuka. Rasulullah SAW berkata tegas. Janganlah kalian melakukan hal seperti itu - menceritakan sesuatu saat senggama dan bersetubuh di tempat terbuka, serta bertelanjang bulat. Sebab perbuatan seperti itu, sama persisnya dengan perbuatan setan pria bertemu dengan setan wanita di tengah jalan, lalu bersetubuh di tempat terbuka, setelah setan pria selesai melampiaskan dahaga seksnya, lantas meninggalkan si wanita begitu saja. Rasulullah SAW juga meyerukan untuk mengenakan kain saat bercinta, sebagaimana sabdanya: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah maha lembut, maha malu, maha menutup diri. Dia mencintai rasa malu dan menutup aurat. Menutup aurat, tidak saja dalam 'laku' kehidupan di ruang publik, tetapi juga saat bercinta.

Ketujuh, Tidak bercinta saat melakukan iktikaf atau sedang dalam kondisi berihram. Orang yang sedang menjalankan iktikaf di masjid tidak boleh bersenggama, demikian pula orang yang sedang berihram, juga tidak boleh bercampur dengan pasangannya, sebagaimana diwartakan al-Qur'an: Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangnlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (QS. al-Baqarah/2: 187). Usman bin Affan meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bertutur: Orang yang sedang melaksanakan ibadah Ihram tidak boleh bersenggama, maupun menikah atau melamar (HR Muslim). Dalam riwayat Turmudzi disebut dengan redaksi: Saat berihram dilarang bersetubuh.

Kedelapan, tidak bercinta dengan istri yang sedang datang bulan (haid). Ajaran Islam melarang pasangan suami istri bercinta saat sang istri sedang datang bulan. Sebab haid adalah penyakit, dikhawatirkan bayi yang lahir dari buah senggama pada kondisi seperti itu akan tidak sempurna (cacat). Allah menjelaskan dalam al-Qur'an: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereke, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan meyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222). Ajaran Islam juga melarang suami menggauli istrinya ketika dalam keadaan nifas - usai melahirkan. Alasannya jelas, bahwa bercinta dalam ajaran Islam adalah termasuk laku ibadah, karenanya harus dilakukan pada waktu kondisi baik.

Kesembilan, memperhatikan kondisi fisik. Waktu yang paling tepat untuk melakukan hubungan badan adalah saat kondisi fisik dalam keadaan fit (segar bugar), yakni pencernaan makanan lancar, tensi tubuh seimbang antara panas dan dingin, kondisi perut tidak kenyang dan tidak lapar. Sebab bersenggama dalam keadaan tubuh tidak fit, pencernaan makanan tidak lancar, tensi tubuh terlalu panas maupun terlalu dingin, perut terlalu lapar maupun kenyang, akan membuat hububgan badan kehilangan maknanya, dan tidak bisa dinikmati bahkan melahirkan madharat (mara bahaya). Bersenggama dalam keadaan perut lapar lebih berbahaya ketimbang perut dalam keadaan kenyang. Lain daripada itu, tidak akan bisa merengkuhi nikmat senggama, lebih-lebih memberi kepuasan seksual kepada pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda: Jika seseorang diantara kamu bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan penuh kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya sebelum istri mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut (kemaluannya), sampai istrinya menemukan kepuasan (HR Abdul Razaq).

Disadur dari : Buku Bercinta Seperti Rasulullah, Dr. Abdurrahman Thalib al-Jazairi, Januari 2009, Cahaya Hati